“Jangan menangis, Kekasihku… Janganlah menangis dan berbahagialah, karena kita diikat bersama dalam cinta. Hanya dengan cinta yang indah… kita dapat bertahan terhadap derita kemiskinan, pahitnya kesedihan, dan duka perpisahan” (Kahlil Gibran)
——–
“Kemarin aku sendirian di dunia ini, kekasih; dan kesendirianku… sebengis kematian… Kemarin diriku adalah sepatah kata yang tak bersuara…, di dalam pikiran malam. Hari ini… aku menjelma menjadi sebuah nyanyian menyenangkan di atas lidah hari. Dan, ini berlangsung dalam semenit dari sang waktu yang melahirkan sekilasan pandang, sepatah kata, sebuah desakan dan… sekecup ciuman” (Kahlil Gibran)
——–
Buat Sepasang Mata Tak Dikenal
Juwita,
Kalaulah kegandrungan yang kunyatakan ini menarik perhatianmu
Atau tak berarti apa-apa bagimu
Maafkanlah aku. Namun di matamulah
Dalam lindup bayangannya, suatu petang aku bersandar istirah
Dan sebentar terhantar dalam tidur yang indah.
Dalam ketenangannya kubelai bulan dan bintang-bintang
Kuanyam kapal khayal dari kelopak-kelopak kembang
Dan kubaringkan jiwaku yang lelah di sana
Kuberi minum bibirku yang dahaga
Dan kupuaskan gairah mataku yang mendamba
Juwita,
Waktu kebetulan kita bertemu sebagai dua orang asing yang bertemu
Dukaku pun berjalan juga di jalan itu
Telanjang, tak terselubung
Dengan langkah murung…
Dan engkaulah dukaku itu
Kesedihan dan kegagalan
Kebisuan dan kekecewaan
Mengungkung penyair yang bergulat habis-habisan
Karena puisi, Juwita.. ialah orang asing dinegeriku
Dibunuh kekosongan dan kehampaan.
Jiwaku gemetar ketika aku melihatmu
Aku merasa tiba-tiba seakan sebuah golok mengorek ke dalam darahku
Membersihkan hatiku, mulutku
Meniarapkan aku dengan kening kotor dan tangan meminta
Dalam lindap bayangan matamu yang jelita
Juwita,
Jika tiba-tiba kita bertemu
Jika mataku memandang matamu
Yang anggun, hijau, tenggelam dalam kabut dan hujan
Jika kebetulan pula kita bertemu lagi di jalan
(Dan bukankah hanya nasib kebetulan ini)
Maka akan kucium jalan itu, kucium dua kali (Muhammad Al Fayaturi)
——–
Dialog
Jangan katakan bahwa cintaku
Sebentuk cincin atau gelang
Cintaku ialah pengepungan benteng lawan
Ialah orang-orang nekat dan pemberani
Sambil menyelidik mencari-cari, mereka menuju mati.
Jangan katakan bahwa cintaku
Ialah bulan,
Cintaku bunga api bersemburan. (‘Ali Ahmad Sa’id-Anonis)
——–
“Hatiku telah mampu menerima aneka bentuk dan rupa, ia merupakan padang rumput bagi menjangan, biara bagi para rahib, kuil anjungan berhala, ka‘bah tempat orang bertawaf, batu tulis untuk Taurat, dan mushaf bagi al-Qur’an. Agamaku adalah agama cinta, yang senantiasa kuikuti kemana pun langkahnya; itulah agama dan keimananku” (Ibn Arabi)
——–
Nyanyian Sukma
Di dasar relung jiwaku Bergema nyanyian tanpa kata;
sebuah laguyang bernafas di dalam benih hatiku,
Yang tiada dicairkan oleh tinta di atas lembar kulit ;
ia meneguk rasa kasihku dalam jubah yg nipis kainnya,
dan mengalirkan sayang, Namun bukan menyentuh bibirku.
Betapa dapat aku mendesahkannya?
Aku bimbang dia mungkin berbaur dengan kerajaan fana
Kepada siapa aku akan menyanyikannya?
Dia tersimpan dalam relung sukmaku
Kerna aku risau, dia akan terhempas
Di telinga pendengaran yang keras.
Pabila kutatap penglihatan batinku
Nampak di dalamnya bayangan dari bayangannya,
Dan pabila kusentuh hujung jemariku
Terasa getaran kehadirannya.
Perilaku tanganku saksi bisu kehadirannya,
Bagai danau tenang yang memantulkan cahaya bintang-bintang bergemerlapan.
Air mataku menandai sendu
Bagai titik-titik embun syahdu
Yang membongkarkan rahsia mawar layu.
Lagu itu digubah oleh renungan,
Dan dikumandangkan oleh kesunyian,
Dan disingkiri oleh kebisingan,Dan dilipat oleh kebenaran,
Dan diulang-ulang oleh mimpi dan bayangan,
Dan difahami oleh cinta,
Dan disembunyikan oleh kesedaran siang
Dan dinyanyikan oleh sukma malam.
Lagu itu lagu kasih-sayang,
Gerangan ‘Cain’ atau ‘Esau’ manakahYang mampu membawakannya berkumandang?
Nyanyian itu lebih semerbak wangi daripada melati:
Suara manakah yang dapat menangkapnya?
Kidung itu tersembunyi bagai rahsia perawan suci,
Getar nada mana yang mampu menggoyahnya?
Siapa berani menyatukan debur ombak samudra dengan kicau bening burung malam?
Siapa yang berani membandingkan deru alam, Dengan desah bayi yang nyenyak di buaian?
Siapa berani memecah sunyi
Dan lantang menuturkan bisikan sanubari
Yang hanya terungkap oleh hati?
Insan mana yang berani melagukan kidung suci Tuhan?
(Dari Kahlil Gibran - ‘Dam’ah Wa Ibtisamah’ -Setitis Air Mata Seulas Senyuman)
Cinta yang Agung
Adalah ketika kamu menitikkan air mata
dan masih peduli terhadapnya..
Adalah ketika dia tidak mempedulikanmu dan kamu masih
menunggunya dengan setia..
Adalah ketika dia mulai mencintai orang lain
dan kamu masih bisa tersenyum sembari berkata ‘Aku
turut berbahagia untukmu’
Apabila cinta tidak berhasil
…Bebaskan dirimu…
Biarkan hatimu kembali melebarkan sayapnya
dan terbang ke alam bebas lagi..
Ingatlah…bahwa kamu mungkin menemukan cinta dan
kehilangannya..
tapi..ketika cinta itu mati..kamu tidak perlu mati
bersamanya
Orang terkuat BUKAN mereka yang selalu
menang..MELAINKAN mereka yang tetap tegar ketika
mereka jatuh.. (Kahlil Gibran)